Kata bijak dirangkai pagi sekali; Jadi sekedar salam pembuka Atau memancing inspirasi Atau menjawab 'apa yang kita pikirkan'!!! Atau, atau.... Tapi kapan manusia membiasakan diri menjelma aksi bestari? Biarkan diri kita berkata lalu berbuat Atau lebih baik berbuat tanpa kata Menjadi bisu lebih berharga bila kita yakin bisu sama dengan Surga CINTA selamat datang selain DIA biarkan dia pergi..
Tercipta akal sepuluh dan bumi materi menjelma karena ADA yang berpikir Lalu manusia berpikir bumi dibanting berpuluh-puluh Yang PERTAMA karena cinta Yang lain karena ingin Tercipta karena cinta Terhancur karena selain cinta... CINTA selamat datang, selain DIA biarkan dia Pergi….
Karena waktu = gerak Maka aku selalu diintimidasi ke-harusan gerak Aku dipaku pagi, siang, sore dan malam Kadangkala waktu = diam Karena esok seperti itu adanya, kembali… Peristiwa yang selalu berulang membatas hukum waktu menjadi reduktif, dibenakku… Mewaktu meng-universal Sedang aku ingin diselimut partikuler Mesti tunduk dengan hukum-Nya adalah kewajiban Ruang di mana aku protes disitu ada celah menghamba Kealfaanku dikelilingi altar mengampun yang maha luas Astagfirullahalazim
Aku mencintai yang semimeta; Yang kurang jelas Yang sedikit gelap Yang hitam putih (dominan hitamnya) Dan yang tidak terang-benderang Semimeta bagian yang hampir pasti Yang pasti adalah yang sejati meta Yang terang hanya fenomena Sedang neumena mendahuluinya Neumena hampir pasti Neumena = semimeta Memilih yang terang = memilih fenomena Padahal dia hanya degradasi rendah Alhasil alam materi, alam sejarah, alam realitas… Bukan wujud yang sesungguhnya
Kata dipetik dari teras, ruang tengah hingga dapur Disusun-susun serupa baris telur dalam nampan Bersua makna mungkin juga tidak Tak peduli dia sang kata tetap nagkring Lalu berlabuh disembarang tempat Berlaku menyerempet; Menyenggol hati, kepala dan juga kaki kita Ada yang sakit, mengeluh, mengerang; Ada yang tertawa, sinis dan jumawa kata memang mahluk bebas Bukan abdi para pujangga Berkata2lah!!! tapi jagan mengata2(i)ku...
iluminasi... ilumuniasi... Hadir bilhuduri Setiba bening sadarilah DIA yang datang menasut Hamba sembah sujud padanya melahut Tak mungkin lancang berjumpa jika ingin pecah bukit Tursina... Hamba hanya mineral setangkup tercecer dina Berharap Nur melimpah terang narang cahaya Jiwa insan pendaki pincak ulya', Maqam para kamil Nirwana terakhir simpuhku pada altar ilahi raajiuuun
Rindu mistis kidung para Rumi Jalinan kain satin dipintal dari sahara Arabi'; Bukan biasa kawan jika mereka berbijak santun pada syair Kelana mereka menuju dunia tanpa batas membawa cinta melebihi cakrawala; Adawiyah bertemu mahabbah.... Dinistakan Kota Roma karena Romeo gelap mata Juga Laila kerana dia majnun rinai Cinta bukan opera pinggir jalan… Bukan drama ektase birahi… Bukan cerita sinema… Tapi antara aku dan Dia
Detak jam penanda waktu dan mimpi yang disulam sutra emas pelan perlahan menjelma kain keharmonian. Makna terjalin dari untaian kasih orang-orang yang akrab dan jauh dan yang juga diam. Tak terkira mereka bunga-bunga merekah sepanjang musim dari pohon-pohon mungil beralas pot kehidupan.Dari mereka aroma surga dihembus angin terbagi menusuk paru-paru sepanjang hari; hingga hari ini aku masih sanggup tersenyum dan menulis: Aku mengingatmu…Aku mengasihimu…Aku mencintai kalian…
Tetapi Ketakutanku... Purnama terbilang, lonceng bagi manusia melamur zaman bertepi mula. Usia seperti berlomba dengan cahaya sedang kebaikan tak semenarik paras jelita. Ia tertatih letih menawarkan diri, ditampik karena aku mulai lupa, buta, pekak, tuli dan bisu. Hikmah seperti bunga-bunga layu yg disepelekan kumbang terhempas jauh tinggalkan nurani dalamku. Hari ini aku bertingkah bak pesolek bermandi lipstick zaman;Aku yg pragmatis, aku yg hedonis, aku yg romantic… Cita-cita kehidupan melambung pada bintang dan melekatkan angan di langit benda. Patri jiwa dicap buana sepatas mata telanjang memandang. Menangkap yang semu mengira yang sementara menganggap yang profan abai pada yang abadi. Diambang yang bernama ngarai kealfaan aku memandang takjub biru lembah seribu bunga dan sungai mengalir plastik. Elusan sementara anginnya membuai menekan hasrat melupa transenden wajibku; kesementaraan memang melenakan!!!
Mega-mega putih awan memantulkan potret diri yang bingung.Sesosok raga yang rapuh lemah pias potret kelana berhadapan pada jalan yang bercabang arah.Bukan potret tapi hanya sketsa hitam putih di tengah bayang-bayang tanpa lazuardi.Arah yang mana menuju kesempurnaan, menuju kesejatian?
Harapanku... Di Usiaku kini yang ke....Aku yang hamba mohon selalu petunjukMU,bila kusalah benarkanlah bila aku bengkok luruskanlah bila kuberlebih kurangilah bila, bila,,,Ihdinassiatalmustaqim. Aminnnn
Aku ingin mengenalmu meski dg caraku yg tidak “sopan” (kira-kira!)… kuceritakan karena siang itu telah mengantar takdirku; sekilas kulihat sisi profilmu dalam sudut milik kawan di sampingku fakta betapa dunia telah dilipat dan dunia hadir sejengkal di wajahku hingga wajah seorang gadis hanya keping kecil di antara waktu wajah yang berarti karena ada NAMA (...) ‘maaf aku tau namamu dari org lain!” kecuali nama, angka 081xxxxx, adalah pelengkap eksistensimu “maaf lagi, aku ambil no. HP mu dri orng lain!!!” huup! Dunia melampaui arus yang mencengankan, tak perlu takjub pada teknologi komunikasi! Sebab perempuan kadang mengalahkan segalanya (itu karena aku laki2) dengan semangat 45 kuberanikan diri menekan angka-angka itu (kembali ke-08 /.;#$%&*($#@#.................. mengenalmu berarti ingin mengetahuimu; kesan pertama, suara dg nada curiga seperti biasa perempuan lekat dg bakat curiga lahiriyah karena laki-laki sejatinya patut dicurigai (waspada !!!...) itu karena perempuan tak hanya suka bunga (kejujuran yg lebih disukainya) lalu sedikit angkuh engkau menodongku; “ aku tidak biasa memberikan no. hpku ke-orang yg tidak sy kenal #$%^ #%^ #$….” Menjelaskan sesuatu pada perempuan serumit memahami paradigma cintanya…
Disini kenangan jadi abadi pada rupa banyak bentuk yang kau ceritakan seakan mengulang waktu,dalam dekapan di tempat kita pernah berawal dan katamu : "Engkau kurang Percaya Diri" Aku kian penat dengan rangkaian banyak tanya juga cerita segala cerita sebab kuingin engkau tahu Aku hanyalah sebuah AKMALOGI persahabatan yang resah di sini bukan sajak birahi sebab engkau suka cinta putih disini tak ada bunga sebab engkau seorang perempuan
Kolibri terbanglah jauh Bilakah esok atau kapan kau kan kembali Disini ada cerita yang dimulai Pada biru benua kita Dan juga tarian bumi ilalang Semerdu gesek perdu Biola abadi hati kami Dan ingat kala mayapada usapi lembut janji cinta.. Kamu pergilah jika kembali pasti…! Atau jika sayapmu sehelai jatuh, melayang pelan Sambutlah sepoi hingga disini Sebab dipenantianku Ku tlah akrab dengan seribu angin
Sejumput rindu di pagi ini Memaksa menyapa pada apa saja Sebab pada sosok, entah siapa??? Mengapa selalu seperti itu kisahnya Dan masih pada nelangsa Kita semaikan segala semu Hanya pada yang diam pilihan di beranikan Karena hanya itu yang pasti menerima
Makassar, anginmu dingin tikam tiap rasa Kalimat jadi tak bertuah, untuk malam yang ingin jelaskan keresahannya Aku ada diantara setiap selip derita itu Apa lagi yang tersisa??
“bila kudengar kicauan burung disana dan kurasakan hangatnya sinar mentari”. Dari sepenggal lagu itu Sesuatu yang hilang kutemukan kembali. Lagu seharusnya menginspirasi kita,Tapi lebih dari itu lagu harus mengubah; “seperti yang lainnya, lagu adalah alat perubahan kebudayaan” Dan kudapati diriku melihat pagi Terima kasih Tuhan Karena Engkau telah menciptakan lagu ”Dan kurasakan hangatnya sinar mentari “ Ikang Fauzipun terus bernyanyi
Gerai malam yang turun pada bumi basah sepanjang musim hujan Bercerita teman dalam ingatan samar tentang kota ini Selepas sore berangkat kami berjumlah sepuluh orang Di belakang kami; kuucapkan selamat tinggal pada kenangan seminggu di Bandung; pada sebuah rumah di lembah curam pinggir kota Dan sungai kecil yang berair setengah jernih
Malam kini bukan lagi tentang kota Bandung, rumah dan sungai kecil itu, tapi ingatan yang kian samar pada teman yang pernah bercerita tentang kota lain, Bogor
Ingatan yang kembali... Dua buah buku; peristiwa dialoq tiba-tiba kamu menjelma serupa analogi Engkau penjelaskan dirimu Aku larut dalam labirin hingga kurasakan gelap Ragamu kini sosok yang jelas berdiri 60 sentimeter di hadapanku Kembali kurasakan lebur dalam setiap kalimat dan tulisan yang engkau rapalkan...
Dua buku itu aku pinjam karena angkau selalu ingin aku membacanya Kini engkau benar; Bogor di waktu malam serasa ritmik Tahun 1999 di Bulan Desember, bis malam bergerak pasti menuju Jakarta
Hari ini banyak yang ingin aku katakan. Tapi entah apa yang membuatku kehabisan kata. Padahal ingin kutulis semua yang aku katakan. Aku hanya duduk, sambil mendengarkan lantunan lagu Ebiet G Ade… bapak ibunya telah mati ditelan bencana tanah ini… tapi entah apa yang membuatku tak juga mampu menyusun kalimat. Tangan dan pikiran tak mampu melakukan akselerasi. Pikiran tetap sayup, mengabur, tak ada imajinasi. Kosong dan hampa… kembali Ebiet G Age..kemanakah... embun pagi..tak ada waktu lagi benahi diri, tak ada tempat lagi tuk kembali…
Bermil-mil dari tempat ini kubanyangkan rekah bunga-bunga tulip dalam warna-warna cerah di negeri yang jauh Negeri tempat kincir angin berputar sepanjang angin berhembus Kanal-kanal besar yang akrab di mana-mana hingga seakan hidup manusia; makan tidur, berjalan, belanja dan kencan dll selalu “dibasuh” air Ini adalah aku dan banyangan yang begerak jauh Kepala yang dijejali seribu imajinasi setelah membaca sebuah cerita berlatar belakang Amsterdam. lalu tertidur.
Cerita lain tentang seorang gadis Suriname yang tiga kali ingin bunuh diri Pertama di musim semi ketika dia sangat kecewa pada nasib cintanya setelah dikhianati oleh tunangannya. Dia melompat di sudut kanal di mana air di bawahnya memantulkan bayangan wajahnya yang kusut. Tapi seseorang mengangkatnya kedarat dan dia tak mejadi mati.
Lalu bunuh dirinya yang kedua gagal lagi. Nyatanya sari bunga tulip campuran alcohol berlebihan yang diminumnya, hanya membawanya masuk rumah sakit Dan di rumah sakit dia mendapatkan kabar, bahwa perusahaan tempat kerjanya batal melakukan PHK.
Menjelang musim Natal diusianya yang ke 32 tahun, dia merasa kehilangan identitas dirinya. Dia menyakini dirinya telah melakukan upaya spirual yang berat. Rajin mendatangi kebaktian minggu di dekat tempat tinggalnya. Melakukan kerja-kerja social dan kemanusian hingga jauh ke negeri-negeri miskin. Tapi dirasakannya Tuhan tak juga hadir dalam dadanya. Tak ada mimpi yang jauh; menjadi manusia hampa di usia paruhbaya membuatnya mengambil keputusan tuk mati muda. Dia mencoba bunuh diri lagi…
Memahami diri, dekat dengan memahami orang lain. Tetapi bagaimana orang lain bisa memahami kita? Hubungan social, formulanya bisa jadi sederhana dan gampang. Tapi juga dapat menjadi susah tingkat tinggi. Tergantung kompleksitas keadaan orang perorang. “Mulailah dari psikologi individu”, kata beberapa kaum sikolog, atau pilihannya perubahan kolektif seperti tawaran kaum sosialis “purba”. Penilaian ini bukanlah mazhab baku. Dan kita tidak sedang diskusi tentang perubahan social di antara ekstrim individualis atapun sosialis-koliktivitas. Kita (saya dan mungkin anda), hanya merasakan betapa wajibnya menyelami, kontur-kontur jiwa kita. Sejak kita bangun hingga tertidur kembali. Dari pagi hingga malam, dan kembali pagi. Interaksi manusia dengan manusia, seperti juga interaksi manusia dengan Tuhan. Interaksi manusia dengan manusia, adalah relasi kehidupan universalisme dalam usaha saling menyapa antara “jiwa-jiwa universal” itu. “Apa yang bisa dipahami? Rentang waktu & ruang dalam relativitas. Sedang pertemuan hanya nokta kecil dalam detik yang direduksi. Bahkan mungkin melampaui detik. Tapi kita hanya sering berbicara tahun (ulang tahun, tahun baru). Atau Ingatan yang disamarkan pada kesan yang hanya hinggap di tubuh dan jiwa bilogis kita. sedang gerak “terus” menuju pada titik awal di tempat ruang dan waktu dimulai. Yang manakah abadi dalam diri manusia?” Makassar, 25 Desember 2005 (13;20 wita)
Mungkin aku telah terjebak dalam relativisme yang tidak kupahami. Waktu-waktu yang akrab memberiku wejangan tentang kehidupan, dimana orang-orang di sekitarku hanya bertanya tentang satu hal. Sesuatu yang bembuatku hampir berkesimpulan, bahwa dalam hidup seorang lelaki usia 30-an tahun, hanya satu masalah penting, pernikahan! Aku belajar memahami banyak peristiwa. Aku belajarmenganalisa peristiwa tersebut dengan kaca mata obyektivitas dan selalu berkesimpulan bahwa segala realitas sesungguhnya mampu dipandang dalan posisi tunggal, yaitu benar atau salah. Tapi yang terjadi malahan seringkali kejadian-kejadian itu berputar liar hingga mengacaukan teori-teori yang telah mapan sebelumnya. Gerak obyek nyatanya tak tak pernah indevenden. Nilainya sangat rentan dengan siapa yang menggerakkan, mengendalikannya. Interest!
Sempat kubaca biografi Karen Armstrong “Menerobos Kegelapan”. Sebuah kisah diri yang sedang bergelut , mencari identitas manusia sejati. Terjadi petualangan rohani di dalamnya. Dan Karen Armstrong, berhasil menyadari kehadiran itu. Sebuah keniscyaan bagi setiap manusia; bahwa kejadian rohani itu, inheren pada tiap diri kita masing-masing. Sekalipun sedikit manusia yang terbiasa menyadari kejadian itu. Petualangan rohani, bergerak seperti sejarah hidup yang lain. Mengalir tiap saat. Menimbulkan sensasi, menggetakan jiwa. Membuat akal budi bergolak; melahirkan banyak imajinasi liar pada keadaan yang tak nampak tapi sekaligus mampu dirasakan. MANUSIA, SEMESTA DAN TUHAN Adakah nelangsa spiritual Karen Armstrong yang hampir saja ‘percaya’ ketika ia sampai pada ingatan terhadap Paulus, hadir menyeruak dalam relung-relung ingatannya yang diakuinya penuh dedikasi manusia suci, pernah menjadi kisah anonim kita? Ataukah ketika ia harus terbangun di waktu subuh bagian Yerussalem, kala syahdu azan menyeruak masuk, menggetarkan jiwanya, dan sesuatau yang asing menghentaknya? Sesuatu yang tak pernah disadari sebelumnya dalam peristiwa yang terlalu sering dilalui dalam keadaan tak sadar. Dimanakah kita di antara universalisme tersebut? Malam, menjelang 25 Desember 2008. Tak kupikir mesti ke Yerussalem, seperti Karen Amstrong megisahkan kesannya terhadap tempat itu. Cukup kita merenung disini saja. Sejauh mana kita mengevaluasi kondisi spiritual masing-masing. Disini saja…………………………………………………………………. Untuk yang besok natalan, Slamat natal aja dan jadilah lebih bijak dari hari kemarin dan hari ini . malam dua puluh lima desember 2008 jesus terlalu lama pulas kapankah dia dibangkitkan? sang mesias ditunggu banyak orang pada banyak negeri oleh semuah bangsa? Indonesia , mungkin yang terlalu merindukanmu sebab di sini, negeri ini hampir tak lagi mengenal “kasih” tidakkah kasih telah diamanahkan padamu untuk bani israil untuk semuah ajarkanlah…jangan menunggu lama, bangkitlah ‘besok 25-12-2008” Makassar, 24 Desember 2008.
Tiba-tiba sore begitu dekat menjelmakan beruntai-untai masa lalu.
Di bawah pohon setengah rindang dan hujan yang jatuh dalam butir-butir kecil pelan. Di tempat aku berdiri pada musim yang basah; kembali hari ini aku tak setia dengan janji meskipun aku pasti menjumpaimu.
Sebentar lagi hujan menyerah pada kabut dan semuanya pasti kembali pada ingatakan kita masing-masing.
Bukan pada masa lalu di sore yang basah
Bukan juga tentang nuansa sentimentil yang menderaku
Tapi karena hari ini aku telat lagi tiba di hatimu…
Aku hanya sosok yang merapuh
Menyapa tegar pada dinding waktu
Berharap bijak mengetuk pintu kalam
Bersua dalam tawa bertemu kawan
Berbagi rindu dan cerita biru
Agar kita tak saling melupakan